Di satu sisi rapid test ditakuti dapat menjadi lahan bisnis baru bagi oknum tertentu. Di sisi lain Indonesia berhasil memproduksi rapid test sendiri tentunya harus dengan harga terjangkau. Epidemiolog FKM UI Pandu Riono mengatakan seharusnya pemerintah mematok biaya pelayanan bukan harga alatnya untuk memperkecil kemungkinan oknum menggunakannya sebagai lahan bisnis baru.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyarankan agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatur harga eceran tertinggi (HET) alat rapid test di tingkat distributor.
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar IDI Daeng Mohammad Faqih harga alat rapid test yang tinggi membuat Rumah Sakit sulit untuk mengikuti aturan batas tarif rapid test yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp150 ribu.
Kebutuhan alat rapid test skala besar kini dinilai semakin mendesak akibat lonjakan kasus COVID-19. Apalagi harga tes cepat yang melambung tinggi di pasaran. Upaya penyediaan produk dalam negeri merupakan langkah untuk memenuhi fasilitas, peralatan dan pra pelayanan pada masyarakat, baik dalam rangka pencegahan penularan COVID-19 maupun pengobatan serta penyembuhan mereka yang sudah terpapar. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id