Bagi sebagian warga yang masih bertahan di pengungsian, Natal bukan tentang pohon terang atau hadiah. Ibadah digelar secara sederhana di tenda-tenda darurat, di antara puing-puing dan rasa kehilangan yang masih membekas. Tangis duka dan kelelahan menjadi bagian dari perayaan yang sarat makna tersebut.
Bencana yang terjadi meninggalkan luka mendalam bagi warga. Banyak rumah rusak, harta benda hilang, dan sebagian keluarga harus berpisah dengan orang-orang tercinta. Meski demikian, semangat untuk saling menguatkan tetap terjaga di tengah keterbatasan.
Di lokasi pengungsian, relawan lintas iman hadir mendampingi warga, menyiapkan logistik, serta membantu pelaksanaan ibadah Natal. Solidaritas kemanusiaan pun terasa kuat, menjadi penguat di tengah masa sulit. Tanpa pesta dan perayaan besar, doa agar hujan berhenti dan kehidupan perlahan pulih menjadi harapan utama warga yang masih bertahan di posko-posko pengungsian.
(Ahmad Mumtaz Albika Musyarrif) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(dpa)