MINYAK dan gas bumi ialah anugerah alam yang menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itulah, kita harus merawatnya agar bermaslahat untuk rakyat. Namun, tangan-tangan mafia berpuluh-puluh tahun menguasai sektor migas. Tidak mengherankan bila apresiasi mengalir deras ketika pemerintah membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas.
Pembentukan tim sekaligus penunjukan sosok sekaliber Faisal Basri untuk memimpin komite tersebut menjadi langkah awal yang membuat publik tak sungkan memuji gebrakan pertama pemerintah di sektor migas. Apalagi, Faisal juga akan melibatkan Teten Masduki di dalam tim. Teten kita kenal sebagai pegiat antikorupsi.
Pujian itu lantas bertumbuh menjadi harapan ketika, sekali lagi, pemerintah menunjuk sosok yang dikenal bersih dan antikorupsi untuk mengepalai SKK Migas. Amien Sunaryadi, Wakil Ketua KPK 2003-2007, didaulat menjadi nakhoda lembaga yang reputasinya sempat ambruk akibat praktik rasywah itu.
Kini, ketika harapan sudah ada dalam genggaman, tugas publik pula untuk menagih konsistensi dari keseriusan pemerintah supaya gebrakan-gebrakan yang dilakukan tidak cuma panas di garis start, tapi kemudian melempem di tengah jalan. Pemerintah, di sisi lain, tak boleh berhenti sebatas memproduksi harapan.
Mereka mesti merealisasikan harapan itu tanpa perlu menunggu publik mengingatkan atau menagihnya. Jika yang dijanjikan ialah harapan untuk sebuah industri migas yang bebas dari tangan-tangan mafia, buktikanlah dengan mengganyang seluruh praktik dan pelaku mafia di sektor itu tanpa seonggok pun rasa jeri.
Bila janjinya memendekkan rantai birokrasi di sektor migas, pangkaslah tanpa ragu rantai itu dengan pisau transparansi dan gunting reformasi. Sudah berpuluh tahun negeri ini terperangkap dalam jejaring mafia migas. Oleh karena itu, momentum bagus yang sudah diciptakan pemerintahan Joko Widodo ini mesti betul-betul dimaksimalkan.
Tim Reformasi Tata Kelola Migas, terutama, tak boleh menyia-nyiakan kesempatan itu. Mereka harus kerja ekstra keras, cerdas, dan cepat untuk mulai mengurai labirin mafia yang diyakini tak cuma panjang, tapi juga amat ruwet. Mengkaji ulang keberadaan Petral, perusahaan yang kerap dituding sebagai tempat bercokolnya mafia impor minyak, boleh jadi akan menjadi pintu masuk pertama bagi Tim Reformasi Tata Kelola Migas untuk menyelusup jauh ke ruang gelap mafia migas.
Petral, seperti kata Faisal Basri, ibarat akuarium yang keruh, semua orang membicarakannya, tapi tak bisa melihat apa saja yang terdapat di dalamnya. Itu yang membuatnya misterius dan memantik dugaan apakah perusahaan trading impor minyak Indonesia yang bermarkas di Singapura itu memang bagian dari mafia atau sekadar dimanfaatkan mafia migas.
Akan tetapi, itu tentu bukan satu-satunya pintu yang harus dimasuki karena kita yakin sesungguhnya mafia ada di mana-mana. Mafia bahkan tidak hanya beroperasi di hulu, tapi juga melebar hingga hilir. Menghabisi mafioso yang sudah sekian lama mencengkeram sektor migas bukanlah perkara mudah.
Meski begitu, publik tentu tidak mau tahu. Rakyat ingin bangsa ini segera lepas dari kesengkarutan permainan mafia tata kelola migas yang tak berkesudahan. Harapan itu hanya akan paripurna jika pemerintah, dengan tim bentukannya, mampu menuntaskan sampai ke akar-akarnya Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id